Sabtu, 20 September 2014

Senja yang jatuh di pangkuan ku

Kutuliskan surat ini sambil menekuni senja.
Kupandang dari ujung ke ujung.Senja masih rapi, tidak sedikit pun terberet,
apalagi berlubang. Kupastikan tidak satu
inchi pun yang hilang. Kau tak perlu
khawatir, kau dapat menikmatinya secara
utuh sore ini.

Pada sinar keemasan yang jatuh di
pangkuanku, wajahmu tercermin di
atasnya. Garis senyumu makin
kentara. Senyumu yang terasa begitu manis
masih terjaga. Wajahmu masih sama
berbinar seperti beberapa bulan lalu. Kamu
cantik, gumamku seketika.
Aku senyum sendiri, kemudian rebah di
atas pasir. Mataku terpejam sejenak.

-----------------

"Senja adalah surga dunia," katamu satu
ketika. "Kamu tahu kenapa senja itu ada?"
Sebuah pertanyaan yang tidak mungkin
bisa aku jawab dengan tepat.

Kau seperti bergurau pada setiap
pertanyaan anehmu. Aku selalu keliru
menafsirkannya. Bahkan ketika aku
memikirkannya sampai dahiku berkerut,
perut melilit dan mata kedap-kedip, tetap
saja jawabanku meleset.

"Bukan begitu," bantahmu. Prestasi paling
membanggakan ketika kau mengucap,
"Hampir tepat, tapi …"

Imajinasiku hanya sampai pada ujung
“hampir tepat”. Setelahnya, aku takjub dan
berpikir dari apa otakmu dibuat, dari mana
inspirasi itu hinggap. Dan yang lebih
membuatku diam, bagaimana bibirmu bisa
begitu fasih mengucap huruf demi huruf.

Kau tidak menghafal seperti kebanyakan
orang yang suka mengutip kata-kata dari
buku. Kata-kata itu meluncur begitu deras.
Aneh, unik, manis dan langsung nemplok ke
hati. Apa karena aku jatuh cinta?

-----------------

Ombak masih nakal menciumi bibir pantai.
Angin yang hangat lagi lembap masih
berlarian ke utara. Pada senja yang jatuh
di pangkuanku, wajahmu masih membias di
atasnya.

Aku merindukanmu, dua kata yang menjadi
penutup suratku yang kukiramkan lewat
udara. Jika ada udara hangat terasa
menciumi pipimu, mungkin itu surat
rinduku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar