Sabtu, 06 Desember 2014

Tak bisa menjadi yang semestinya

Hari ini aku bertemu dengan seseorang dari
masalalu. Orang yang dulu pernah memanggilku ‘sayang’, sebelum akhirnya memilih meninggalkanku.

Ada perasaan canggung, awalnya. Sebelum
semuanya ditenangkan oleh rasa kangen.
Mungkin benar, saat bertemu dengan seseorang yang dulu pernah kita sayang, kita akan merasakan kangen, itu wajar.

Aku duduk berhadapan dengannya.

“kamu masih suka kopi?”

Dia memang tahu, kalau dulu aku menyukai kopi.Dan sering kali, dia melarangku untuk minum air pekat pahit itu. Dia tidak suka melihatku minum kopi.

“untukmu kopi itu tidak baik. Lihat tubuhmu! Kurus.”

Aku sempat tidak menghiraukan ucapan dia. Aku pikir, kalau dia benar-benar mencintaiku. Dia akan menerimaku apa adanya. Termasuk semua kebiasaanku. Baik atau pun buruk.

Benar. Dia benar-benar mencintaiku. Aku bisa merasakan itu. Dia begitu tabah menghadapi hobiku yang tidak baik untuk tubuhku. Selain suka meminum kopi berlebihan –sampai lebih empat cangkir sehari- aku juga suka merokok.

“aku mungkin bisa memahamimu untuk minum kopi, tapi tolong jangan merokok di dekatku! Itu tidak baik untukku.”

Untuk hal itu aku memenuhi keinginannya. Aku tidak pernah merokok di dekatnya lagi. Namun aku tidak pernah berhenti merokok, dan tetap meminum kopi. Hingga pada akhirnya dia merasa lelah. Ia pergi meninggalkanku. Menanggalkan semua hal yang pernah kami sepakati.

Hari ini kami duduk berdua. Aku masih
merasakan kelembutannya saat berbicara. Dia menatap mataku. Sepertinya kasian melihat tubuhku yang semakin kurus.

“apa kamu pernah mencintaiku apa adanya?”

Entah kenapa pertanyaan itu keluar dari mulutku.Ah, ini pertanyaan yang seharusnya aku sampaikan 7 tahun lalu, sebelum kami putus.Sebelum dia memutuskanku lebih tepatnya.

“aku bahkan perempuan yang paling bisa
menerimamu apa adanya.” Dia menatapku lebih lembut, matanya seperti kasian. “tapi kamu tidak pernah bisa menerimaku apa adanya. Aku ingin kamu lebih baik. Berhenti merokok. Berhenti minum kopi berlebihan. Itu tidak baik untuk kesehatanmu! Tapi kamu tidak pernah mau mengabulkan pintaku.”

“berarti kamu tidak bisa menerimaku apa adanya.Kamu menuntutku untuk berubah.” Potongku.

“kamu tahu. Mencintai itu berdua. Menerima apa adanya adalah menerima hal-hal yang akan membuat kita berdua menjadi lebih baik. Apa kamu tidak berpikir, jika kita menikah nanti,kamu sakit-sakitan, lalu anak kita akan ikut sakit-sakitan. Dan semuanya berantakan. Aku tidak bisa menerima semua itu. Karena apa yang kamu lakukan bukanlah hal yang baik untukmu.
Untuk kita. Menerima pasangan apa adanya,bukan berarti membiarkan dia tetap menjadi buruk. Tapi menerima dia dengan senang hati,lalu mengajak bersama-sama untuk menjadi lebih baik. Bersama-sama saling memperbaiki diri.”

Aku terdiam. Dia tersenyum kepadaku. Aku tidak punya kalimat yang tepat untuk membalas ucapannya. Rasanya menyesakan. Orang yang mencintaiku akhirnya menyerah, bukan karena dia tidak bisa menerima aku apa adanya. Tapi karena aku tidak bisa membuat diriku menjadi semestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar