Jumat, 26 Desember 2014

Selembar masa lalu

Selembar masalalu.
Di ingatanku.
Menempel seperti permen karet di bagian bawah sepatu.
Bikin pilu.

Selembar masalalu.
Mirip benalu.
Melekat di banyak sekali lagu.
Yang sendu-sendu melayu.
Andai selembar masalalu ini hanya selembar kertas yang bisa kurobek-robek .
Andai selembar masalalu ini hanya selembar foto yang bisa
kulempar ke perapian.

Selembar masalalu ini,
Seperti bagian tubuhku.
membuangnya aku melukai diri sendiri.
Namun melupakannya juga aku tak bisa.

Selembar masalalu.
Entah mengapa ada melulu.
Baik di sepiku hingga duniaku.
Namanya selalu kudengar di sejauh-jauhnya aku berlabuh.

Selembar masalalu,
dialah mantan kekasihku.
Yang mencuci kakinya di hatiku.
Kemudian berlalu
membawa separuh jiwaku.
Kepergiannya telah menguras banyak semangatku.
Bayang-bayangnya ialah hantu,
mengikutiku dengan membebaniku.

Selembar masalalu itu memanglah piluku.
Yang membuat yang lain nampak seperti kekosongan di mataku.
Hampa—kumenghakimi hidup ini.
Siapapun yang mencintaiku jadi percuma.
Dan aku selalu berurusan dengan diriku sendiri.
Namun itu membuatku merasa,sendirian.
Di antara segala hati yang peduli kepada ku.

Selembar masalalu.
Terlalu penting di hatiku.
Kumerawatnya dengan menipu-nipu.

Jumat, 12 Desember 2014

Bahagia itu sederhana

Bahagia Itu Sederhana, selalu dapet sapaan selamat pagi dari kamu misalnya.

Bahagia Itu Sederhana, bisa liat senyum
kamu tiap hari misalnya. apalagi kalau senyum itu ditujukan khusus untuk aku.

Bahagia Itu Sederhana, bisa ngobrol berduaan sama kamu tiap hari, ya… walau gak lama.

Bahagia Itu Sederhana, bisa duduk samping sampingan sama kamu.

Bahagia Itu Sederhana, bisa ketawa bareng kamu. yah… walau ngetawain hal-hal yang gak penting.

Bahagia Itu Sederhana, selalu inget nyelipin nama kamu diantara Basmallah dan Amin-ku…
O:)

Bahagia Itu Sederhana, bisa ngobrol panjang lebar sama kamu walau via BBM.

Bahagia Itu Sederhana, BBM aku selalu
kamu read dan kamu bales. kapan pun dan dimana pun. <3

Bahagia Itu Sederhana, bisa bergadang
bareng kamu. yah… walau cuma via handphone.
(gak disatu tempat yang sama, kamu
dirumahmu, aku dirumahku)

Bahagia Itu Sederhana, dapet ucapan “good nite and have a nice dream” dari kamu. yahhh walau gak tiap malem.

Bahagia Itu Sederhana Selama masih ada kamu di hidup ku.

Kamis, 11 Desember 2014

Monolog menjelang pagi

Sebelum dini hari menjadi pagi,
aku berangan mendengarkan napasmu
perempuan berjantung rembulan,
mahir menidurkan badai dengan usap tangan yang menenangkan

Sangka ini melahirkan ribuan anak danau di mataku tempat tata surya berkaca,
menerka jumlah denyut di kedalaman duka,
mengukur ceruk luka yang semakin dalam karena kecewa

Gelap malam telah menyerupai warna bir yang kutuang
rindu menjelma degub yang meramaikan jantung serigala hutan
menuduh bibirmu sebagai korban,
sebait metafora dari kelenjar sayap yang
mengajakku terbang

Ceritakan padaku,
seperih apa gerimis malam ini menjatuhi ubun-ubunmu
lebih nyeri dari jantung binatang buruan yang terpanah,atau melebihi anyir sayatan yang dilembabkan nanah?

Goresan dan guratan

Suara hujan tak lagi senada.
Aku berkemas ketika jarum detik masih berputar setengah lingkaran.
Mengelabuhi sisa gema langkahmu yang
meneruskan suara bantingan pintu.
Subuh merapat, menggaungkan khusyuk suara adzan yang semakit dekat.

Di sini, aku duduk berhadapan dengan halaman yang pernah kau sakiti.
Jejakmu pernah menginjak segala yang tak
tampak, mengundurkan diri meski tak ada yang menginginkan engkau pergi.
Kamu sudah terlambat, kata waktu.
Masih banyak dongeng kita yang harus kuusung satu per satu.

Aku sedang menunggu badai yang berpusat dari senyummu,kenangan, juga beberapa perihal yang lupa kita tuliskan.
Badai yang tak pernah dihitung oleh dunia
seperti air telaga yang gagap membaca gerak bulu-bulu angsa.

Engkau pernah lahir dari air mataku,
yang kerap memohon kamu ada.
Sebab rindu kerap merupa lilin tanpa sumbu.
Leleh tanpa api yang kunamai pelukmu.

Sore nanti, jika senja mulai menguning,
sempatkan waktu untuk menengok keadaan
rinduku.
Kita pinjam sampan para nelayan,
menghadapi ombak yang ditiup ramah angin daratan.

Sabtu, 06 Desember 2014

Tak bisa menjadi yang semestinya

Hari ini aku bertemu dengan seseorang dari
masalalu. Orang yang dulu pernah memanggilku ‘sayang’, sebelum akhirnya memilih meninggalkanku.

Ada perasaan canggung, awalnya. Sebelum
semuanya ditenangkan oleh rasa kangen.
Mungkin benar, saat bertemu dengan seseorang yang dulu pernah kita sayang, kita akan merasakan kangen, itu wajar.

Aku duduk berhadapan dengannya.

“kamu masih suka kopi?”

Dia memang tahu, kalau dulu aku menyukai kopi.Dan sering kali, dia melarangku untuk minum air pekat pahit itu. Dia tidak suka melihatku minum kopi.

“untukmu kopi itu tidak baik. Lihat tubuhmu! Kurus.”

Aku sempat tidak menghiraukan ucapan dia. Aku pikir, kalau dia benar-benar mencintaiku. Dia akan menerimaku apa adanya. Termasuk semua kebiasaanku. Baik atau pun buruk.

Benar. Dia benar-benar mencintaiku. Aku bisa merasakan itu. Dia begitu tabah menghadapi hobiku yang tidak baik untuk tubuhku. Selain suka meminum kopi berlebihan –sampai lebih empat cangkir sehari- aku juga suka merokok.

“aku mungkin bisa memahamimu untuk minum kopi, tapi tolong jangan merokok di dekatku! Itu tidak baik untukku.”

Untuk hal itu aku memenuhi keinginannya. Aku tidak pernah merokok di dekatnya lagi. Namun aku tidak pernah berhenti merokok, dan tetap meminum kopi. Hingga pada akhirnya dia merasa lelah. Ia pergi meninggalkanku. Menanggalkan semua hal yang pernah kami sepakati.

Hari ini kami duduk berdua. Aku masih
merasakan kelembutannya saat berbicara. Dia menatap mataku. Sepertinya kasian melihat tubuhku yang semakin kurus.

“apa kamu pernah mencintaiku apa adanya?”

Entah kenapa pertanyaan itu keluar dari mulutku.Ah, ini pertanyaan yang seharusnya aku sampaikan 7 tahun lalu, sebelum kami putus.Sebelum dia memutuskanku lebih tepatnya.

“aku bahkan perempuan yang paling bisa
menerimamu apa adanya.” Dia menatapku lebih lembut, matanya seperti kasian. “tapi kamu tidak pernah bisa menerimaku apa adanya. Aku ingin kamu lebih baik. Berhenti merokok. Berhenti minum kopi berlebihan. Itu tidak baik untuk kesehatanmu! Tapi kamu tidak pernah mau mengabulkan pintaku.”

“berarti kamu tidak bisa menerimaku apa adanya.Kamu menuntutku untuk berubah.” Potongku.

“kamu tahu. Mencintai itu berdua. Menerima apa adanya adalah menerima hal-hal yang akan membuat kita berdua menjadi lebih baik. Apa kamu tidak berpikir, jika kita menikah nanti,kamu sakit-sakitan, lalu anak kita akan ikut sakit-sakitan. Dan semuanya berantakan. Aku tidak bisa menerima semua itu. Karena apa yang kamu lakukan bukanlah hal yang baik untukmu.
Untuk kita. Menerima pasangan apa adanya,bukan berarti membiarkan dia tetap menjadi buruk. Tapi menerima dia dengan senang hati,lalu mengajak bersama-sama untuk menjadi lebih baik. Bersama-sama saling memperbaiki diri.”

Aku terdiam. Dia tersenyum kepadaku. Aku tidak punya kalimat yang tepat untuk membalas ucapannya. Rasanya menyesakan. Orang yang mencintaiku akhirnya menyerah, bukan karena dia tidak bisa menerima aku apa adanya. Tapi karena aku tidak bisa membuat diriku menjadi semestinya.